Senin, 21 November 2011

DARWINISME TERBANTAHKAN Bagaimana Teori Evolusi Runtuh Di Hadapan Ilmu Pengetahuan Modern

ASAL USUL TETUMBUHAN

Kehidupan di bumi dikelompokkan ke dalam lima (atau enam) kerajaan (kingdom) oleh para ilmuwan. Sejauh ini, kita telah memusatkan perhatian terutama pada kerajaan terbesar, yakni hewan. Pada bab-bab sebelumnya, kita membahas asal usul kehidupan itu sendiri, mempelajari protein, informasi genetis, struktur sel dan bakteri, masalah-masalah seputar dua kerajaan lainnya, yaitu Prokaryotae dan Protista. Namun, sampai di sini, masih ada masalah penting lain yang perlu kita perhatikan—asal usul kerajaan tetumbuhan (Plantae).
Kita mendapatkan gambar yang sama tentang asal usul tumbuhan seperti yang kita temui ketika mengkaji asal usul hewan. Tumbuhan memiliki struktur-struktur yang sangat rumit, dan mustahil struktur-struktur ini muncul karena pengaruh kebetulan dan berevolusi dari yang satu ke yang lain. Catatan fosil menunjukkan bahwa pelbagai kelas tumbuhan muncul tiba-tiba di dunia, dengan sifat-sifat khas masing-masing, dan tanpa didahului masa evolusi.

Asal Usul Sel Tumbuhan
Seperti sel-sel hewan, sel-sel tumbuhan termasuk ke jenis sel yang disebut "eukariotis." Ciri yang sangat khusus sel-sel ini adalah memiliki inti sel dan di dalam inti ini, terletak molekul DNA tempat informasi genetis dikodekan. Di sisi lain, beberapa makhluk bersel tunggal seperti bakteri tak memiliki inti sel, dan molekul DNA mengapung bebas di dalam sel. Jenis sel kedua ini disebut "prokariotis." Jenis struktur sel ini, dengan DNA bebas yang tidak terkurung di dalam inti, adalah suatu rancangan ideal bagi bakteri, karena memungkinkannya melakukan proses yang sangat penting—dari sudut pandang bakteri—yakni, proses pemindahan plasmida (alias pemindahan DNA antarsel).
Karena diharuskan menata makhluk-makhluk hidup menurut deretan "dari yang sederhana ke yang rumit," teori evolusi menganggap bahwa sel prokariotis itu sederhana, dan sel eukariotis berevolusi darinya.
Sebelum melangkah ke ketaksahihan pernyataan ini, akan bermanfaat untuk menunjukkan bahwa sel-sel prokariotis sama sekali tidak "sederhana." Suatu bakteri memiliki sekitar 2 ribu gen; setiap gen mengandung sekitar seribu huruf (rantai). Berarti, informasi di dalam DNA satu bakteri itu sekitar 2 juta huruf panjangnya. Menurut perhitungan ini, informasi itu setara dengan 20 buku cerita, masing-masing dengan 100 ribu kata. 326 Setiap perubahan informasi dalam di kode DNA bakteri akan demikian merusak sampai-sampai meruntuhkan keseluruhan sistem kerja bakteri. Sebagaimana telah kita lihat, suatu kesalahan dalam kode genetis bakteri berarti bahwa sistem kerja akan salah berjalan—yakni, sel akan mati.
Di samping struktur yang peka ini, yang menolak perubahan coba-coba, fakta bahwa tidak ditemukan "bentuk peralihan" antara bakteri dan sel-sel eukariotis membuat pernyataan evolusionis tidak beralasan. Misalnya, evolusionis terkenal Turki, Profesor Ali Demirsoy, mengakui ketiadaan dalil bagi skenario bahwa sel-sel bakteri berevolusi menjadi sel-sel eukariotis, dan lalu menjadi organisme rumit yang tersusun dari sel-sel ini:
Salah satu tahap tersulit untuk dijelaskan di dalam evolusi adalah menerangkan secara ilmiah bagaimana organel-organel dan sel-sel rumit berkembang dari makhluk-makhluk sederhana ini. Tiada bentuk peralihan telah ditemukan di antara kedua bentuk. Makhluk-makhluk bersel tunggal dan banyak mempunyai semua struktur rumit ini, dan, dengan cara apa pun, belum ada makhluk atau kelompok telah ditemukan berorganel dengan susunan yang lebih sederhana atau lebih mendasar. Dengan kata lain, organel-organel yang dimiliki telah berkembang sebagaimana adanya. Organel-organel ini tak memiliki bentuk-bentuk sederhana dan mendasar. 327
Orang bertanya-tanya, apakah yang mendorong Profesor Ali Demirsoy, seorang penganut setia teori evolusi, membuat pengakuan yang demikian terbuka? Jawaban pertanyaan ini dapat diberikan dengan amat jelas ketika perbedaan-perbedaan struktural besar antara bakteri dan sel tumbuhan dipelajari.
Perbedaan-perbedaan itu adalah:
1- Sementara dinding-dinding sel bakteri tersusun dari polisakarida dan protein, dinding-dinding sel tumbuhan tersusun dari selulosa, struktur yang sama sekali berbeda.
2- Sementara sel-sel tumbuhan berorganel banyak, berlapis membran dan berstruktur sangat rumit, sel-sel bakteri tidak memiliki organel biasa. Pada sel bakteri, terdapat ribosom ukuran kecil yang bergerak bebas. Sedangkan ribosom-ribosom pada sel tumbuhan berukuran lebih besar dan terikat ke membran sel. Lebih jauh lagi, sintesis protein terjadi dengan cara-cara yang berbeda pada kedua jenis ribosom ini.

Tetumbuhan membentuk dasar terbawah kehidupan bumi. Tetumbuhan adalah syarat yang tak dapat tidak bagi kehidupan, sebab menyediakan makanan dan melepaskan oksigen ke udara.
3- Struktur DNA pada sel tumbuhan dan sel bakteri berbeda.
4- Molekul DNA pada sel-sel tumbuhan dilindungi oleh membran lapis rangkap, sementara DNA pada sel-sel bakteri berdiri bebas di dalam sel.
5- Molekul DNA pada sel-sel bakteri menyerupai simpul tertutup; dengan kata lain, melingkar. Pada tumbuhan, molekul DNA berbentuk memanjang.
6- Molekul DNA pada sel-sel bakteri membawa informasi milik satu sel saja, sedangkan pada sel-sel tumbuhan, molekul DNA membawa informasi tentang keseluruhan tumbuhan. Misalnya, semua informasi tentang akar, batang, daun, bunga, dan buah dari pohon buah-buahan bisa ditemukan sendiri-sendiri pada DNA di dalam inti satu sel saja.
7- Beberapa spesies bakteri bersifat fotosintetik, dengan kata lain, melakukan fotosintesis. Tetapi, tidak seperti pada tumbuhan, pada bakteri fotosintetik (cyanobacteria, misalnya), tidak ada kloroplas yang mengandung klorofil dan pigmen fotosintetik. Pada tumbuhan, molekul-molekul ini tersimpan di berbagai membran di seluruh sel.
8- Susunan biokimia RNA kurir pada sel-sel prokariotis (bakteri) dan pada sel-sel eukariotis (mencakup tumbuhan dan hewan) sangat berbeda satu sama lain. 328

Hipotesis evolusionis bahwa sel-sel prokaryotis (kiri) berubah menjadi sel-sel eukaryotis sejalan dengan waktu, tidak memiliki dasar ilmiah.

RNA kurir berperan penting bagi sel untuk hidup. Tetapi, meskipun RNA kurir dianggap berperan sama pada sel prokariotis maupun eukariotis, struktur biokimianya berbeda. J. Darnell menulis yang berikut di dalam sebuah artikel yang diterbitkan majalah Science:
Perbedaan-perbedaan pada biokimia susunan RNA kurir dalam eukariot jika dibandingkan dengan prokariot demikian besarnya sampai-sampai menggagaskan bahwa evolusi beruntun prokariotis ke eukariotis tampaknya tak mungkin. 329
Perbedaan-perbedaan struktural antara sel bakteri dan tumbuhan, yang beberapa contohnya telah kita lihat di atas, membawa ilmuwan evolusionis ke kebuntuan lain. Meskipun sel-sel tumbuhan dan hewan memiliki beberapa segi yang sama, kebanyakan strukturnya sangat berbeda satu sama lain. Nyatanya, karena tiada organel berlapis membran atau sitoskeleton (jaringan dalam serabut protein dan mikrotubula) pada sel bakteri, kehadiran beberapa organel dan susunan sangat rumit pada sel-sel tumbuhan membantah habis pernyataan bahwa sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri.
Ahli biologi Ali Demirsoy secara terbuka mengakui hal ini dengan berkata, "Sel-sel rumit tak pernah berkembang dari sel-sel sederhana dengan suatu proses evolusi." 330

Hipotesis Endosimbiosis dan Ketidaksahihannya
Kemustahilan sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri tak mencegah para ahli biologi evolusi dari menghasilkan hipotesis-hipotesis rekaan. Namun, percobaan-percobaan membantah semua itu. 331 Hipotesis yang paling terkenal adalah hipotesis "endosimbiosis."
Hipotesis ini diajukan oleh Lynn Margulis pada tahun 1970 di dalam bukunya The Origin of Eukaryotic Cells (Asal Usul Sel-Sel Eukariotis). Di dalam buku ini, Margulis menyatakan bahwa sebagai akibat kehidupan berkoloni dan parasit, sel-sel bakteri berubah menjadi sel-sel tumbuhan dan sel hewan. Menurut teori ini, sel-sel tumbuhan muncul ketika bakteri fotosintetik dimakan oleh sel bakteri lain. Bakteri fotosintetik berevolusi di dalam sel inang menjadi kloroplas. Akhirnya, organel-organel dengan struktur yang sangat rumit seperti inti, badan Golgi, retikulum endoplasma, dan ribosom berkembang, dengan satu atau lain cara. Maka, sel tumbuhan pun lahir.
Sebagaimana telah kita lihat, tesis evolusionis ini tak lain dari hasil berkhayal. Tidak mengherankan, tesis ini dikecam oleh para ilmuwan yang melakukan penelitian yang sangat penting atas masalah ini pada sejumlah segi: kami bisa menyebutkan sebagai contoh di antaranya D. Lloyd332, M. Gray dan W. Doolittle333, serta R. Raff dan H. Mahler.
Hipotesis endosimbiosis didasarkan pada fakta bahwa mitokondria sel hewan dan kloroplas sel tumbuhan mengandung DNA tersendiri, yang terpisah dari DNA di dalam inti sel inang. Jadi, atas dasar ini, digagas bahwa mitokondria dan kloroplas sekali waktu adalah sel-sel mandiri yang hidup bebas. Akan tetapi, ketika kloroplas dipelajari lebih dalam, bisa dilihat bahwa pernyataan ini tidak sesuai.
Di bawah ini sejumlah hal yang membantah hipotesis endosimbiosis:
1- Jika kloroplas, khususnya, dulunya sel mandiri, lalu seharusnya hanya ada satu hasil ketika kloroplas dimakan oleh sel yang lebih besar: yaitu, dicerna oleh sel inang dan digunakan sebagai makanan. Ini yang seharusnya terjadi, sebab bahkan jika kita menganggap bahwa sel inang yang bersangkutan tak sengaja menelan masuk suatu sel dari luar, bukan sengaja mencernanya sebagai makanan, bagaimana pun enzim-enzim percernaan sel inang seharusnya menghancurkannya. Tentu saja, beberapa evolusionis telah memperkirakan rintangan ini dengan mengatakan, "enzim-enzim pencernaan telah lenyap." Tetapi, inilah pertentangan yang nyata, sebab jika enzim pencernaan lenyap, sel akan mati karena kekurangan gizi.
2- Kembali, mari kita anggap semua kemustahilan itu terjadi dan sel yang dinyatakan sebagai moyang kloroplas ditelan sel inangnya. Dalam hal ini, kita dihadapkan dengan masalah lain: cetakbiru semua organel di dalam sel terkodekan di dalam DNA. Jika sel inang menggunakan sel-sel lain itu yang dimakannya sebagai organel, maka semua informasi yang dibutuhkan tentang sel-sel itu telah ada dan terkodekan di dalam DNA. DNA sel-sel yang dimakan akan memiliki informasi milik sel inangnya. Tak hanya keadaan seperti ini mustahil, dua DNA yang berbeda milik sel inang dan sel yang dimakan harus juga saling cocok setelah itu, suatu hal yang juga jelas mustahil.
3- Ada keselarasan besar di dalam sel yang tidak bisa dijelaskan oleh mutasi acak. Ada lebih dari satu kloroplas dan satu mitokondria di dalam sel. Jumlah keduanya naik dan turun sesuai dengan tingkat kegiatan sel, sama seperti organel-organel lain. Keberadaan DNA dalam badan organel-organel ini juga bermanfaat di dalam perkembanganbiakan. Sambil sel membelah, semua kloroplas yang berjumlah banyak itu juga membelah, dan pembelahan sel terjadi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih teratur.
4- Kloroplas adalah pembangkit tenaga yang mutlak pentingnya bagi sel tumbuhan. Jika organel-organel ini tak menghasilkan energi, banyak fungsi sel tidak akan berjalan, yang berarti bahwa sel tak bisa hidup. Fungsi-fungsi ini, yang begitu penting bagi sel, berlangsung dengan protein-protein hasil sintesis di kloroplas. Namun, DNA kloroplas sendiri tak cukup untuk mensintesis protein-protein ini. Sebagian terbesar protein disintesis menggunakan DNA inang di dalam inti sel. 334
Sementara keadaan yang dibayangkan oleh hipotesis endosimbiosis ini terjadi lewat sebuah proses coba-coba, pengaruh apakah yang akan mengenai DNA sel inang? Sebagaimana telah kita lihat, setiap perubahan pada suatu molekul DNA pasti tidak menghasilkan manfaat pada organisme itu; sebaliknya, mutasi yang demikian sudah pasti membahayakan. Di dalam bukunya, The Roots of Life (Akar-akar Kehidupan), Mahlon B. Hoagland menjelaskan keadaan ini:
Anda akan teringat bahwa kita belajar bahwa hampir selalu sebuah perubahan pada DNA organisme merugikan organisme itu; yakni, membawa ke penurunan kemampuan bertahan hidup. Dengan analogi, penambahan ucapan yang acak pada drama-drama Shakespeare tidak mungkin menambah keindahannya! .. Azas bahwa perubahan-perubahan DNA berbahaya karena mengurangi peluang bertahan hidup berlaku apakah sebuah perubahan pada DNA disebabkan oleh mutasi, atau pun oleh sejumlah gen asing yang sengaja kita masukkan. 335
Pernyataan yang diajukan oleh evolusionis tidak didasarkan pada percobaan ilmiah, sebab belum pernah teramati satu bakteri memakan. Dalam timbangan atas buku lain Margulis, Symbiosis in Cell Evolution (Simbiosis dalam Evolusi Sel), ahli biologi molekuler P. Whitfield menggambarkan situasi ini:
Endositosis prokariotis adalah mekanisme sel di dalam mana keseluruhan SET (Serial Endosymbiotic Theory—Teori Endosimbiotis Beruntun) agaknya berhenti. Jika satu prokariot tidak bisa menelan prokariot lain, sulit membayangkan cara endosimbiosis bisa terbentuk. Sayangnya bagi Margulis dan SET, tidak ada contoh mutakhir endositosis prokariotis atau endosimbiosis …336

Asal Usul Fotosintesis
Masalah lain tentang asal usul tumbuhan yang menempatkan teori evolusi ke dalam kebingungan yang mengerikan adalah cara sel-sel tumbuhan mulai melakukan fotosintesis.
Fotosintesis adalah salah satu proses yang paling dasar bagi kehidupan di bumi. Berkat kloroplas di dalamnya, sel-sel tumbuhan menghasilkan zat tepung dengan menggunakan air, karbon dioksida, dan cahaya matahari. Hewan tak bisa menghasilkan gizinya sendiri dan harus menggunakan zat tepung dari tetumbuhan. Karena alasan ini, fotosintesis adalah syarat dasar bagi kehidupan yang rumit. Sisi yang bahkan lebih mengejutkan dari masalah ini adalah fakta bahwa proses fotosintesis yang rumit ini belum sepenuhnya dipahami. Teknologi maju masih belum mampu mengungkapkan semua rinciannya, jangankan menirunya.
Mungkinkah proses serumit fotosintesis hasil proses-proses alamiah, sebagaimana dikatakan teori evolusi?
Menurut skenario evolusi, untuk melakukan fotosintesis, sel-sel tumbuhan memakan sel-sel bakteri yang bisa berfotosintesis dan mengubahnya menjadi kloroplas. Jadi, bagaimanakah bakteri belajar melakukan proses yang serumit fotosintesis? Dan mengapakah bakteri tidak mulai melakukannya sebelumnya? Sama seperti pertanyaan yang lain, skenario ini tak bisa memberikan jawaban ilmiah. Lihatlah bagaimana sebuah terbitan evolusionis menjawab pertanyaan ini:
Hipotesis heterotrof menggagas bahwa organisme-organisme paling awal adalah heterotrof yang memakan larutan molekul organik di samudra purba. Karena heterotrof pertama ini memakan asam amino, protein, lemak, dan gula yang tersedia, larutan gizi menyusut dan tidak bisa lagi mendukung jumlah heterotrof yang bertambah. … Organisme-organisme yang dapat menggunakan sumber energi lain akan memiliki keuntungan besar. Ingatlah bahwa bumi dulu (dan kini masih) dihujani energi surya yang sebenarnya mengandung aneka bentuk radiasi. Radiasi ultra-ungu bersifat merusak, namun cahaya tampak kaya akan energi dan tak merusak. Maka, sambil senyawa-senyawa organik makin langka, suatu kemampuan yang sudah dimiliki untuk menggunakan cahaya tampak sebagai sumber energi pengganti mungkin telah membuat organisme-organisme ini dan keturunannya bisa bertahan. 337
Buku Life on Earth (Kehidupan di Bumi), buku evolusionis yang lain, mencoba menjelaskan kemunculan fotosintesis:
Bakteri awalnya memakan beraneka senyawa karbon yang memerlukan jutaan tahun untuk tertimbun di lautan purba. Tetapi, setelah bakteri berkembang biak, sumber makanan ini pasti kian menipis. Bakteri mana pun yang mampu menyadap sumber makanan lain pasti akan sangat berhasil dan akhirnya sejumlah bakteri mampu. Tidak lagi mengambil makanan siap santap dari lingkungan sekitar, bakteri-bakteri mulai membuat sendiri makanan di dalam dinding-dinding sel dengan menyerap energi yang diperlukan dari matahari. 338
Singkatnya, buku-buku evolusionis mengatakan bahwa fotosintesis dengan suatu cara tak sengaja "ditemukan" oleh bakteri, padahal manusia, dengan seluruh teknologi dan ilmu pengetahuannya, tak mampu melakukannya. Penjelasan-penjelasan ini, yang tak lebih baik daripada cerita-cerita dongeng, tak bernilai ilmiah. Orang yang mengkaji masalah ini sedikit lebih dalam akan menerima bahwa fotosintesis itu sebuah dilema besar bagi evolusi. Profesor Ali Demirsoy misalnya, membuat pengakuan berikut ini:
Fotosintesis adalah peristiwa yang sangat rumit, dan tampak mustahil muncul hanya pada sebuah organel di dalam sel (karena mustahil semua tahap muncul bersamaan, dan tak ada gunanya jika semuanya muncul terpisah). 339
Sel-sel tumbuhan melakukan suatu proses yang tak bisa ditiru laboratorium mutakhir mana pun–fotosintesis. Berkat organel yang disebut "kloroplas" di dalam selnya, tetumbuhan menggunakan air, karbondioksida, dan cahaya matahari untuk membuat karbohidrat. Makanan yang dihasilkan menjadi mata pertama dalam rantai makanan di bumi, dan sumber gizi bagi semua makhluk hidup penghuninya. Rincian proses yang sangat rumit ini masih belum seluruhnya dimengerti saat ini.
Ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth mengatakan bahwa fotosintesis itu sebuah proses yang mungkin tak bisa dipelajari:
Tidak ada sel yang memiliki kemampuan ‘mempelajari’ sebuah proses dalam pengertian yang sebenarnya. Mustahil bagi sel mana pun muncul dengan kemampuan mempelajari fungsi-fungsi seperti pernapasan atau fotosintesis, baik ketika kali pertama mewujud, atau pun sesudahnya di dalam kehidupan. 340
Karena fotosintesis tak bisa berkembang sebagai hasil ketaksengajaan, dan setelah itu tak bisa dipelajari oleh sel, tampaknya sel-sel tumbuhan pertama yang hidup di bumi dirancang khusus melakukan fotosintesis. Dengan kata lain, tetumbuhan diciptakan dengan kemampuan berfotosintesis.

Asal Usul Ganggang
Teori evolusi berhipotesis bahwa makhluk bersel tunggal mirip tumbuhan, yang asal usulnya tak bisa dijelaskan, muncul tepat waktu untuk membentuk ganggang. Asal usul ganggang mundur ke waktu yang amat lampau. Demikian lampau sehingga fosil bekas-bekas ganggang berumur 3,1 hingga 3,4 milyar tahun telah ditemukan. Yang menarik adalah bahwa tiada perbedaan struktural antara makhluk hidup yang luar biasa kuno ini dan spesimen yang masih hidup saat ini. Sebuah artikel yang diterbitkan Science News mengatakan:
Ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth membuat ulasan berikut ini tentang struktur rumit yang disebut ganggang "kuno:"
Fosil-fosil tertua yang sejauh ini telah ditemukan adalah benda-benda yang memfosil di dalam mineral dan tergolong ganggang biru-hijau, berumur 3 miliar tahun lebih. Betapa pun sederhananya, ganggang masih menyajikan bentuk kehidupan yang amat rumit dan tersusun secara piawai . 341
Para ahli biologi evolusi menganggap bahwa seiring dengan waktu ganggang itu memunculkan tetumbuhan laut lainnya dan berpindah ke darat sekitar 450 juta tahun yang lalu. Akan tetapi, sama seperti skenario peralihan hewan dari air ke darat, gagasan bahwa tumbuhan beralih dari air ke darat adalah sebuah khayalan lagi. Kedua skenario ini tidak benar dan tidak selaras. Buku-buku evolusionis seperti biasa mencoba memberikan penjelasan masalah ini dengan ulasan yang mencengangkan dan tak ilmiah seperti "ganggang dengan suatu cara beralih ke darat dan menyesuaikan diri." Namun, ada rintangan-rintangan besar yang membuat peralihan ini mustahil. Mari kita lihat sekilas yang terpenting di antaranya:
1- Bahaya mengering. Bagi tumbuhan yang hidup di air agar bisa hidup di darat, permukaannya terlebih dahulu harus terlindungi dari kehilangan air. Jika tidak, tumbuhan mengering. Tumbuhan darat diberi sistem-sistem khusus untuk melindunginya dari kejadian ini. Ada rincian-rincian penting dalam sistem-sistem itu. Misalnya, perlindungan ini harus sedemikian sehingga gas-gas penting seperti oksigen dan karbon dioksida dapat keluar-masuk tumbuhan secara bebas. Pada saat bersamaan, mencegah penguapan sangat penting. Jika tak memiliki sistem yang demikian, tumbuhan tak akan dapat menunggu jutaan tahun untuk mengembangkannya. Dalam keadaan demikian, tumbuhan akan segera mengering dan mati.
2- Makanan: Baik fosil ganggang biru-hijau dan bakteri dari 3,4 miliar tahun telah ditemukan di batu karang dari Afrika Selatan. Yang lebih merangsang minat adalah [fosil] ganggang pleurocapsalean ternyata hampir serupa dengan ganggang pleurocapsalean masa kini di tingkat keluarga dan bahkan mungkin di tingkat genetis. 342 Tumbuhan laut mengambil air dan mineral yang dibutuhkan secara langsung dari air tempat tinggalnya. Oleh karena itu, setiap ganggang yang mencoba hidup di darat akan mendapat masalah dengan makanan. Ganggang tidak akan bertahan hidup tanpa memecahkan masalah ini.
3- Reproduksi: Ganggang, dengan umur hidupnya yang pendek, tak berkesempatan berkembang biak di darat, karena, seperti dalam semua fungsinya, ganggang juga menggunakan air untuk menyebarkan sel-sel reproduktifnya. Supaya bisa berkembang biak di darat, ganggang harus bersel reproduktif yang banyak sebagaimana yang dimiliki oleh tumbuhan darat, dan dilindungi oleh lapisan pelindung sel. Jika tidak memiliki lapisan ini, setiap ganggang yang beralih ke darat tak akan bisa melindungi sel reproduktifnya dari bahaya.

Alga yang berenang bebas di lautan
.
4- Perlindungan dari oksigen: Setiap ganggang yang beralih ke darat harus mengambil oksigen dalam bentuk terurai hingga saat peralihan itu. Menurut skenario evolusionis, kini ganggang harus mengambil oksigen dalam bentuk yang belum pernah ditemuinya, dengan kata lain, langsung dari atmosfer. Seperti yang kita ketahui, dalam keadaan biasa, oksigen di atmosfer berpengaruh meracuni bagi senyawa organik. Makhluk hidup darat memiliki sistem yang mencegahnya terkena bahaya ini. Namun, ganggang adalah tumbuhan laut, yang berarti tidak memiliki enzim yang menjaganya dari pengaruh membahayakan oksigen. Jadi, seketika beralih ke darat, mustahil bagi ganggang menghindari pengaruh ini. Tidak juga ada kesempatan menunggu sistem seperti itu berkembang karena ganggang tak akan bisa bertahan hidup di darat cukup lama sampai sistem terbentuk.
Masih ada alasan lain mengapa pernyataan bahwa ganggang beralih dari laut ke darat tidak selaras—yaitu, ketiadaan pendorong alamiah yang membuat peralihan itu diperlukan. Bayangkanlah lingkungan alamiah ganggang 450 juta tahun yang lalu. Air laut menyediakan lingkungan ideal bagi ganggang. Misalnya, air menjauhkan dan melindunginya dari panas yang berlebih, dan menyediakan semua mineral yang dibutuhkan. Dan, pada saat bersamaan, ganggang bisa menyerap sinar matahari untuk dipakai dalam fotosintesis dan membuat karbohidrat (gula dan zat tepung) sendiri dengan karbon dioksida yang terlarut di air. Karena alasan ini, tidak ada yang kurang bagi ganggang di lautan, dan oleh karena itu, tak ada alasan beralih ke darat, tempat tak ada "keuntungan selektif" baginya, sebagaimana diistilahkan evolusionis.
Semua ini menunjukkan hipotesis evolusionis bahwa ganggang naik ke darat dan membentuk tumbuhan darat sama sekali tak ilmiah.
Tanaman dari Zaman Jura ini, kira-kira berumur 180 juta tahun, muncul dengan struktur uniknya sendiri, dan tanpa moyang yang mendahuluinya (Kanan)
Tanaman yang berumur 300 juta tahun dari akhir Zaman Karbon ini tak berbeda dari spesimen yang tumbuh sekarang.(Tengah)

Fosil species Archaefructus yang berumur 140 juta tahun ini adalah fosil angiosperma (tumbuhan berbunga) tertua yang diketahui. Tumbuhan ini berstruktur tubuh, bunga, dan buah yang sama dengan tetumbuhan yang hidup saat ini.

Asal Usul Angiospermae

Ketika kita meneliti sejarah fosil dan ciri-ciri struktural tetumbuhan yang hidup di darat, gambaran lain yang tidak sesuai dengan ramalan evolusionis muncul. Tiada satu fosil pun membenarkan bahkan satu saja cabang "pohon evolusi" tumbuhan yang Anda lihat pada hampir setiap buku pegangan biologi. Sebagian besar tumbuhan memiliki bekas-bekas yang berlimpah dalam catatan fosil, namun tidak satu pun fosil adalah bentuk peralihan antara satu dan lain spesies. Semua diciptakan khusus dan dari awal sebagai spesies yang sepenuhnya tersendiri, dan tiada kaitan evolusi di antara spesies. Sebagaimana diakui ahli paleontologi evolusi, EC Olson, "Banyak kelompok baru tumbuhan dan hewan muncul tiba-tiba, kelihatannya tanpa moyang yang dekat." 343
Ahli botani Chester A. Arnold, yang mengkaji fosil tumbuhan di University of Michigan, membuat ulasan berikut ini:
Telah lama diharapkan bahwa tetumbuhan yang punah pada akhirnya akan mengungkapkan sebagian tahap yang dilalui kelompok-kelompok yang kini ada selama perjalanan perkembangannya, tetapi harus diakui secara terbuka bahwa idam-idaman ini telah dipenuhi sampai ke taraf yang amat sedikit, meskipun penelitian paleobotani telah mengalami kemajuan selama lebih dari seratus tahun. 344
Arnold mengakui bahwa paleobotani (ilmu pengetahuan tentang fosil tumbuh-tumbuhan) tak menghasilkan apa-apa yang mendukung evolusi: "Kami belum bisa melacak sejarah filogenetis satu pun kelompok tumbuhan masa dari awalnya hingga saat ini." 345

Fosil paku-pakuan dari Zaman Karbon ini ditemukan di daerah Jerada, Maroko. Yang menarik adalah fosil ini, yang berumur 320 juta tahun, mirip dengan paku-pakuan yang ada sekarang.
Penemuan-penemuan fosil yang paling jelas membantah pernyataan-pernyataan tentang evolusi tumbuhan adalah fosil-fosil tumbuhan berbunga, atau angiospermae. Tetumbuhan ini dibagi menjadi 43 keluarga (famili), masing-masing muncul tiba-tiba, tanpa jejak "bentuk peralihan" sederhana apa pun sebelumnya dalam catatan fosil. Hal ini disadari pada abad ke-19, dan karena itu, Darwin melukiskan asal usul angiospermae sebagai "teka-teki yang mengerikan." Semua penelitian yang dilakukan sejak masa Darwin sekadar menaikkan tingkat kegelisahan yang ditimbulkan teka-teki ini. Di dalam bukunya The Paleobiology of Angiosperm Origins (Paleobiologi Asal Usul Angiospermae), ahli paleobotani evolusi NF Hughes membuat pengakuan ini:
… Akan tetapi, dengan beberapa pengecualian rincian, kegagalan menemukan penjelasan yang memuaskan masih terjadi, dan banyak ahli botani telah menyimpulkan bahwa masalah ini tak bisa dicari pemecahannya dengan memanfaatkan petunjuk fosil. 346
Di dalam bukunya The Evolution of Flowering Plants (Evolusi Tetumbuhan Berbunga), Daniel Axelrod mengatakan hal ini tentang asal usul tetumbuhan berbunga:
Kelompok moyang yang memunculkan angiospermae belum ditemukan di dalam catatan fosil, dan tak satu jua angiospermae hidup menunjuk ke kaitan moyang sedemikian." 347
Semua ini membawa kita hanya ke satu kesimpulan: seperti semua makhluk hidup, tetumbuhan juga diciptakan. Dari saat kali pertama diciptakan, semua mekanisme tetumbuhan telah ada dalam bentuk akhir dan lengkap. Istilah-istilah seperti "perkembangan seiring dengan waktu," "perubahan-perubahan yang bergantung pada kebetulan," dan "penyesuaian-penyesuaian yang muncul sebagai akibat kebutuhan," yang ditemukan orang dalam kepustakaan evolusionis, tak memiliki kebenaran sama sekali dan secara ilmiah tak bermakna.
 
   
    
326 Mahlon B. Hoagland, The Roots of Life, Houghton Mifflin Company, 1978, h.18
327 Prof. Dr. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Inheritance and Evolution), Ankara, Meteksan Yayýnlarý, h. 79.
328 Robart A. Wallace, Gerald P. Sanders, Robert J. Ferl, Biology, The Science of Life, Harper Collins College Publishers, h. 283.
329 Darnell, "Implications of RNA-RNA Splicing in Evolution of Eukaryotic Cells," Science, vol. 202, 1978, h. 1257.
330 Prof. Dr. Ali Demirsoy, Kal?t?m ve Evrim (Inheritance and Evolution), Meteksan Publications, Ankara, h.79.
331 "Book Review of Symbiosis in Cell Evolution," Biological Journal of Linnean Society, vol. 18, 1982, h. 77-79.
332 D. Lloyd, The Mitochondria of Microorganisms, 1974, h. 476.
333 Gray & Doolittle, "Has the Endosymbiant Hypothesis Been Proven?," Microbilological Review, vol. 30, 1982, h. 46.
334 Wallace-Sanders-Ferl, Biology: The Science of Life, 4th edition, Harper Collins College Publishers, h. 94.
335 Mahlon B. Hoagland, The Roots of Life, Houghton Mifflin Company, 1978, h. 145.
336 Whitfield, Book Review of Symbiosis in Cell Evolution, Biological Journal of Linnean Society, 1982, h. 77-79.
337 Milani, Bradshaw, Biological Science, A Molecular Approach, D. C.Heath and Company, Toronto, h. 158 .
338 David Attenborough, Life on Earth, Princeton University Press, Princeton, New Jersey, 1981, h. 20.
339 Prof. Dr. Ali Demirsoy, Kal?t?m ve Evrim (Inheritance and Evolution), Meteksan Publications, Ankara, h. 80.
340 Hoimar Von Ditfurth, Im Amfang War Der Wasserstoff (Secret Night of the Dinosaurs), h. 60-61.
341 "Ancient Alga Fossil Most Complex Yet," Science News, vol. 108, September 20, 1975, h. 181.
342 Hoimar Von Ditfurth, Im Amfang War Der Wasserstoff (Secret Night of the Dinosaurs), h. 199.
343 E. C. Olson, The Evolution of Life, The New American Library, New York, 1965, h. 94.
344 Chester A. Arnold, An Introduction to Paleobotany, McGraw-Hill Publications in the Botanical Sciences, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, 1947, h. 7.
345 Chester A. Arnold, An Introduction to Paleobotany, McGraw-Hill Publications in the Botanical Sciences, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, 1947, h. 334.
346 N. F. Hughes, Paleobiology of Angiosperm Origins: Problems of Mesozoic Seed-Plant Evolution, Cambridge University Press, Cambridge, 1976, h. 1-2.
347 Daniel Axelrod, The Evolution of Flowering Plants, in The Evolution Life, 1959, h. 264-274.) 
Sumber : http://www.harunyahya.com/indo/buku/menyanggah12.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar